Foto: Gerbang depan Tjong A Fie Mansion |
Termasuk saya yang telah lama tinggal dimedan juga baru kali ini menelusuri jejak budaya yang ditinggalkan dari bapak Tjong A Fie. Dikarenakan Rumah Tjong A Fie ini baru disahkan menjadi cagar budaya di tahun 2010. Jadi wajar saja jika Rumah Tjong A Fie ini berbeda dengan Istana Maimon yang selalu menjadi kunjungan Turis.
Sedikit berbagi cerita, saya mendeskripsikan perjalanan saya di kota tua Medan yang kental akan kultur budaya Melayu dan China. Jika orang bilang Medan adalah Tanah Batak, saya kurang setuju. Karena Medan khususnya dari jaman kolonial dipenuhi dengan penduduk berdarah Kerajaan Melayu dan Dinasti Tiongkok. Sedangkan suku batak hanyalah suku perantauan dari Tanah Karo, Simalungun, dan Toba.
Perjalanan saya menelusuri kota tua Medan setelah melihat beberapa bangunan tua seperti Stasiun Kereta Api, Kantor Pos, Hotel Dharma Deli, Bangunan London Sumatera yang dikenal dengan Lonsum dan beberapa sisa-sisa bangunan tua lainnya yang berdiri di jalan Kesawan saya terhenti di rumah tua yang berdiri sejak tahun 1900. Dari luar sudah terlihat bentuk bangunan ini menggambarkan bangunan China. Saya langsung masuk kedalamnya dan membeli tiket masuk seharga 35.000 untuk umum dan 20.000 untuk pelajar. Sampai di dalam kita akan didampingi dengan seorang guaide yang akan menerangkan tentang bangunan ini dan tentang sejarah pemiliknya. Ya sudah jelas pemiliknya adalah Bapak Tjong A fie seorang pengusaha asal Tiongkok yang lahir di Guangdong pada tahun 1860.
Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Tapi memang benar saja, bangunan ini terasa sangat berbeda. Dari mulai saya masuk di ruang tamu, saya merasa seperti berada pada satu abad yang lalu. Mulai dari lantai sampai langit-langit rumahnya masih asli dari awal dibangun. Lantainya sengaja diukir sendiri dengan tangan, terlihat pada ukiran lingkarannya tidak ada yang sempurna. Jika melihat langit-langit rumahnya juga kelihatan beberapa yang rusak karena usianya.
Rumah ini dibangun dengan gaya arsitektur tiga budaya yaitu Melayu, China, dan Eropa. Dibagian sisi sebelah kanan ruang tamu, terdapat ruang tamu yang berdesign etnik Melayu. Dikarenakan Bapak Tjong A fie menjalin hubungan yang sangat baik dengan Sultan Deli yaitu Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsyah dan Tuanku Raja Muda. Pada bagian tengah tepat didepan pintu masuk terdapat ruang tamu dengan etnik China yang diperuntukkan para tamu-tamu China. Dan bagian sebelah kiri terdapat ruang tamu bernuansa Eropa dengan perabotan tempo dulu.
Foto: Etnik Melayu |
Foto : Etnik China |
Foto: China Eropa |
Lanjut saya masuk ke ruang selanjutnya dibalik ruang tamu terdapat feng shui dari bangunan tersebut. dimana diantaranya terdapat ukiran-ukiran fentilasi, dan bagian tengah dengan atap yang terbuka sama seperti kalau kita melihat atau menonton film kungfu setiap rumah memiliki bagian tengah yang atapnya terbuka. Dan terdapat Altar untuk tempat sembahyang. Sayang sekali pada bagian Altar ini tidak boleh diambil gambarnya ataupun videonya.
Namun ada nuansa yang berbeda saat saya berdiri tepat didepan bagian Altar, spontan bulu kuduk saya berdiri. Ketika itu saya sambil memperhatikan gambar-gambar pemakaman dan prosesi pemakaman Tjong A Fie saat meninggal dunia. Jujur saja saat berdiri di Altar ini saya seperti merasakan bahwa pada saat itu Bapak Tjong A Fie seakan masih ada.
Disebelah Altar, terdapat kamar tidur Bapak Tjong A Fie. Diatas tempat tidur kayu yang beralaskan tilam dikamarnya itulah Tjong A Fie menghembuskan nafas terakhirnya.
Dan sampai sekarang tempat tidur itu juga menjadi saksi sejarah. Di dinding kamar terdapat beberapa foto Tjong A Fie dengan istrinya Lim Koei Yap yang merupakan istri ke tiga yang berasal dari Timbang Langkat Binjai merupakan peranakan Tionghoa Melayu.
Masih dijajaran Altar terdapat satu ruangan yang menjadi galeri kenangan perjalanan Tjong A Fie. Di ruangan ini terdapat foto-foto berbagai acara dan berbagai gambar dari usaha-usaha yang didirikan oleh Tjong A fie yang diantaranya perkebunan tembakau, teh, Batavia Bank, Deli Bank, dan masih banyak lagi. Juga terdapat foto berbagai perayaan hari besar, diantaranya Cap Go Meh, Imlek, dan Hari Raya Idul Fitri yang dirayakannya dengan Sultan Deli dan para penduduk. Ya, memang Tjong A Fie sangat menghargai agama Islam karena itu juga ia sangat dekat dengan Kesultanan. Tjong A Fie juga banyak membantu untuk pembangunan tempat ibadah seperti masjid, kuil dan gereja di Sumatera Utara. Tak heran jika ia sangat disenangi oleh banyak orang karena sifatnya yang sangat dermawan tanpa memandang ras.
Selanjutnya saya masuk kebagian dapur dan ruang makan. Dapur yang memanjang ini memperlihatkan suasana ruang makan ala China. diatas meja makan juga tersusun rapi piring, mangkuk sup, sumpit, garpu, dan sendok yang pastinya dengan corak nuansa China.
Dilantai dua terdapat tempat sembahyang yang tidak boleh dimasuki , dan didepannya terdapat ruangan untuk tempat membuat suatu acara, dahulunya menjadi tempat dansa para tamu ketika ada acara. Namun sekarang dijadikan sebuah galeri.
Bangunan ini memang cocok dibilang museum, karena banyak peninggalan-peninggalan sejarah didalamnya yang masih terjaga dengan baik. Dan saya sendiri bangga masih dapat menikmati sisa sejarah. Sungguh luar biasa kehidupan di jaman itu dimana kota Medan memiliki sang dermawan yang berasal dari Negeri Tiongkok yang banyak membantu perekonomian dan politik Kota Medan. Semoga bisa menjadi contoh buat kita agar kita dapat hidup akur saling tolong menolong dengan barbagai suku dan agama.
Foto : Pintu Kamar Tidur |
Foto : Tempat Tidur Tjong A Fie |
Salut. Menarik sekali tulisan anda. Sama degan tulisan anda tentang wisata alam desa Tongging ( kampung halaman leluhur saya ). Sekali lagi salu
BalasHapusMauliate godang abang :D
BalasHapuspintar ya bilang mauliate godang lanjutkan ya bahasa bataknya
BalasHapusolo' itok.. :D horas \m/
BalasHapus